Lokasi Pengoenjoeng Blog
Kamis, 17 September 2009
LAUNDRY
Yogyakarta dikenal dengan sebutan Kota Pelajar. Banyak pemuda pemudi dari berbagai penjuru tanah air menuntut ilmu di Yogyakarta. Bila gelar sarjana telah diraih, ada yang kembali ke kampung halaman membangun daerahnya, ada pula yang mencari peruntungan ke kota besar.
Namun ada yang tetap bertahan di Yogyakarta. Jimmy Hendrawan satu diantaranya. Pemuda, 29 tahun asal Klaten ini memilih membuka usaha di Yogyakarta. Dan pilihannya jatuh pada usaha laundry. Ini semata-mata berdasarkan pengalamannya semasa kuliah dan tinggal di pondokan.
Usaha laundry, pria lulusan Universitas Atma Jaya ini dijalankannya di kawasan Seturan, Sleman, tak jauh dari kampusnya dulu.
Jimmy memulai usahanya satu setengah tahun lalu, dengan modal sekitar 50 juta rupiah yang digunakan untuk membeli beberapa unit mesin cuci otomatis dan sebuah mesin pengering ukuran jumbo.
Sisanya untuk sewa bangunan dan menambah daya listrik. Usahanya yang membidik pelanggan mahasiswa ini terbilang sukses. Pilihan usahanya tidak salah. Ia bisa meraih keuntungan 15 sampai 25 persen dari modal awalnya setiap bulan. Kini Jimmy mampu mempekerjakan 12 orang karyawan yang digaji sekitar 400 ribu rupiah setiap bulannya.
Masih di bilangan Seturan Sleman, Hariyanto, yang juga alumnus Universitas Atma Jaya Yogyakarta, juga menjalankan usaha serupa. Lelaki berusia 25 tahun asal Cilacap, Jawa Tengah ini, baru beberapa bulan lalu mendirikan gerai laundry. Bersama seorang temannya, ia juga melihat peluang besar di usaha ini.
Bukan hanya Jimmy dan Hariyanto yang memiliki usaha laundry di Yogyakarta. Dalam lima tahun terakhir ini bisnis laundry menggeliat seiring dengan perubahan gaya hidup mahasiswa di kota ini.
Dengan alasan kesibukan kuliah, para mahasiswa menyerahkan urusan mencuci pakaian kepada penyedia jasa laundry. Gerai-gerai laundry seperti ini tumbuh menjamur di berbagai tempat yang berdekatan dengan kampus dan lokasi pondokan mahasiswa.
Harga bisa menjadi alasan lain buat mahasiswa untuk memanfaatkan jasa laundry. Karena tarif yang ditawarkan sesuai dengan kantong mereka. Kebanyakan menggunakan sistem kiloan, dalam penentuan tarif. Ada yang 10 ribu rupiah untuk setiap 4 kilogram. Ada yang 6 ribu rupiah setiap 3 kilogram pakaian. Tarif ini betul-betul tarif mahasiswa.
Selain sistem kiloan, ada sebagian pengelola laundry menerapkan tarif konvensional tetapi tetap disesuaikan dengan pelanggannya yakni mahasiswa. Kemeja atau kaos lengan pendek misalnya, cuman dikenakan 300 rupiah perpotong. Celana panjang 700 rupiah atau celana jeans 1000 rupiah perpotong. Sebagian gerai bahkan ada yang menerapkan sistem paket.
Dengan uang 30 ribu rupiah, pelanggan dapat mencuci hingga 50 potong pakaian selama dua bulan. Namun meski terbilang murah dan terjangkau, tidak semua mahasiswa memanfaatkan laundry ini. Hanya disaat-saat tertentu mereka terpaksa membawa pakaian kotor ke laundry.
Masa ujian dan saat musim hujan adalah saatnya pengelola laundry mengambil untung. Saat itu banyak mahasiswa mengantri di gerai-gerai laundry. Namun di saat liburan kuliah, usaha laundry sementara ditinggalkan pelanggannya.
Meski terhitung banyak yang mengelola usaha laundry di Yogyakarta, namun usaha ini masih memiliki prospek yang cerah. Gaya hidup mahasiswa Yogyakarta yang dinamis sulit untuk meninggalkan laundry. Masih ada peluang bagi mereka yang memiliki naluri berbisnis.
Lha kalau laundry jadul lain lagi. Tidak menggunakan mesin cuci melainkan cukup pakai "gilesan" dan digarapnya di kali atau di sumur timba. Sabunnya..., sabun batangan cap tangan. (Berbagai sumber).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar