Lokasi Pengoenjoeng Blog

Selasa, 28 Juli 2009

PIPA CANGKLONG BATU PUTIH



Pipa cangklong, itu lho pipa rokok yang bentuk umumnya melengkung kayak saxophone, kini sudah jadi barang antik, lawas dan jadul. Ya, kegiatan “nyangklong” sudah lama tak terlihat lagi, tergusur oleh keberadaan rokok sigaret, rokok praktis siap sulut. Namun, meskipun kegiatan nyangklongnya sudah tidak ada, piranti cangklongnya masih bisa kita buru dan kita temukan. Dan tentu saja pipa2 cangklong itu sudah berusia uzur, seperti misalnya pipa cangklong yang dibuat dari kayu briar berwarna coklat seperti dalam foto itu. (Pipa cangklong kayu briar populer antara tahun 1850 hingga tahun 1950 an).

Yang lebih tua lagi adalah cangklong yang satunya, yang difoto nampak berwarna putih. Cangklong putih itu dibuat dari “batu” meerschaum alias hydrous magnesium silicate, atau H4Mg2Si3O10, yang terbentuk dari fosil kerang laut di jaman pra sejarah. Pipa cangklong meerschaum itu pernah ngetrend di tahun 1750 sampai tahun 1850, sebelum kemudian digantikan oleh pipa kayu briar. Tambang meerschaum yang terkenal selain di Turki juga ada di Tanzania. Dan pipa cangklong batu putih meerschaum yang difoto itu berasal dari Tanzania. Modelnya unik, sangat alami.

Gitu deh…

Rabu, 22 Juli 2009

SUWE ORA JAMU

Trembelane! Bajigur! Biyangane! Iki kowe tho! Itulah sebagian kata mesra pelampias rindu yang keluar spontan dari mulut pria-pria tengah baya di lobi Graha Wisata Taman Mini Jakarta ketika saling jumpa di acara temu kangen teman SMA angkatan 76, pertengahan tahun 2007 lalu. Diamput! Iku rak wis suwe dab!

Pangling, itulah yang terjadi. Bagaimana tidak lha wong suwe ora jamu, bahkan ada yang lebih dari 30 tahun ora saling ketemu. Namun keadaan lupa-lupa ingat itu hanya berlangsung sekejap. Setelah masing-masing mengenalkan diri dengan menyebutkan julukan khasnya seperti *EMBUT, *AMBLIS, *ONDOM, GONTENG bukan ganteng, *OLDE, WERENG, BUTO SINGSOT, CAKIL, JAGO SILAT, MUNYUK, LETEG, PANJI TENGKORAK, GLATI, MBOK BON, SIMBAH, DSB. Ingatan segera melayang ke masa lalu, ke jaman dulu waktu kita-kita sama-sama ngilmu di SMA DE BRITTO, di kelas yang sama.

Rata-rata usia kita kini sekitar 49 tahun. Tampilan sudah berubah total. Sekarang berbeda dengan dulu kala kita remaja 17 tahun. Kita yang dulu imut-imut, kini cenderung jadi amit-amit. Rambut yang dulu hitam diwut-diwut kini mulai beruban. Uban mulai beserta kita! Perut mulai kelihatan rada buncit. Mulai banyak sirikan, perlu nyirik gula, ataupun gula-gula, perlu nyirik kambing muda, ataupun daun muda. Demikianlah gambaran ujud kita terkini, model mutakhir tahun 2007.

Ajaibnya, di sosok ujud yang mulai berangkat menua dan manglingi seperti itu, kita masih bisa menemukan sisa imutnya SI SUPRI *EMBUT, SI WARTOYO CAKIL, SI WOWOK JAGO SILAT, SI PUR *OLDE, SI JAROT GLATI, SI ROY BAGONG, SI TULUS, SI MUJIONO, SI BENI, SI MULYADI, SI EDI, SI HADI, SI DIDIT, SI KALUT, SI YOSI, SI PIR DSB.

Hal itu makin nyata ketika semua kita mulai angkat bicara. Bicara ngalor ngidul perkara nggabrul mbok Bon, perkara ngerjain si Bob atau si Man, tukang bakso dan tukang es favorit, bicara soal nyontek, soal Tong Jit dan aneka cerita nostalgia kala sekolah. Wah, semua bisa ngakak-ngakak dan girang-girang nggak keruan. Bapak-bapak itu, nggak urusan sekarang dia jadi konglomerat atau wong mlarat, jadi pejabat atau pejibit, semua kembali ke laptop, kembali seperti bocah, seperti remaja, kembali imut dan ceria.

Sementara para bapak ber ha-ha hi-hi, para ibu serta para putra dan putri yang turut hadir dengan penuh maklum, menyaksikan pemandangan indah tak terkira itu. Mereka tersenyam dan tersenyum, antara geli dan hepi. Pakne-pakne!

Ya, temu kangen dan bernostalgia memang perlu! Kenalkan, nama saya *EMBUT. Kalimat aneh semacam ini hanya bisa terlampiaskan, terucap dan terdengar di acara nostalgia, acara spesial. Gelar atau julukan SUPRI *EMBUT misalnya, akan menjadi tak layak dan tak sepantasnya bila disebutkan di tempat umum, terlebih di tengah anak cucu. Akan tidak cocok, akan terdengar wagu dan saru apabila cucu memanggil kakeknya dengan sebutan MBAH *EMBUT. Kalau itu sampai terjadi, wah, dunia bisa kiamat!

Peristiwa bahagia patut dikenang. Dia bisa menjadi obat awet muda, memacu gairah dan mengobarkan semangat senantiasa. Akur? Dan menjelang akhir tahun 2007 ini kita diundang ke perjamuan besar, ke acara manuk pulang kandang di Kampus De Britto, Jogya. Manuk tuek, manuk bayek, manuk gondrong, manuk gundul, manuk jubahan, manuk sarungan, semuanya bakal tumplek blek cemuet di acara itu. Kalau kangen Tongjit, temukan dan peluk dia disitu. Pasti ketemu dan kepeluk. Coba saja en datang saja!

Gitu deh…
(Maaf, ini tulisan lawas, dibuat 2 tahun lalu).

Rabu, 08 Juli 2009

ANAK MANTU DAN CUCU PERTAMA BU HARNO


Ini potret lawas, anak mantu bersama cucu pertama bu Harno, Adhe anak sulung saya dan mamahnya. Dijepret tahun 1977, atau sudah 32 tahun yang lalu. "Menatap masa depan", begitulah komentar yang ditulis tangan oleh sang mama. Dan waktu kini adalah "masa depan" bagi si waktu itu. Waktu nanti merupakan masa depan bagi waktu kini. Oleh karenanya "masa depan" yang gemilang perlu ditatap, ditata dan diupayakan sejak dari "masa kini".

Gitu deh...

Senin, 06 Juli 2009

ADA RINDU JAUH DI LUBUK HATIKU

Oleh: L. Sumaryati Soeharno
Untuk Mas Harno almarhum.

Di dalam kesendirianku, sering aku memikirkan hal yang tidak2. Seolah olah aku masih dapat menghubungimu, maka aku tulis surat ini untukmu.

Masku sayang, dengan rasa gembira dan puas, aku tadi mengunjungi engkau di makam.
Ada Nuniek, ada Ririek, Ina, Anggi dan Titah, Dea dan Adhi pacarnya. Rasanya senang deh dapat mengunjungimu bersama anak2. Sebelum ke makam tadi, aku sempat foto2 dengan adik2 yang ada, rasanya di luar kesadaranku, waktu foto, dengan gembira aku berfoto, seolah olah itu foto yang terakhir.

Sebetulnya apakah ada perbedaan antara duniaku dengan duniamu? Rasanya tidak ada batas, karena aku masih merasakan hembusan nafasmu ditelingaku, rasanya hangat mengalir mengenai pori2 tembus ke pusat peredaran darah.

Dan kini setelah anak2 pada pulang kembali kesunyian mencekam kalbu. Tiada lalat bahkan seekor semutpun yang berkeliaran di sekelilingku. Kembali sunyi dan sunyi menggerogoti jiwaku. Andai semua mahkluk meninggalkanku seorang diri, oh alangkah sengsaranya hidupku ini.

Kukenang kembali saat indah bersamamu,
Ada rasa rindu jauh di lubuk hatiku
Kudengar sayup2 sampai ratapan jiwamu.

Sungguhkah kau dihampiri
Menusuk hati sanubari
Asmara muda teruna
Rayuan hati nan gundah gulana.

Kata2 itu merupakan kenangan manis yang tak terlupakan.

Sudah berapa puluh tahun semenjak surat itu kuterima. Namun semua itu tak terhapus dari ingatanku, makin kulupa makin terngiang dalam telingaku. Sungguh kata manis yang tercetus dari lubuk hatimu.

Kekuatan cinta itulah yang mendorong aku untuk selalu mengingatnya. Karena engkau adalah cinta pertamaku dan cinta terakhirku. Cinta adalah sesuatu yang sakral, itulah sebabnya aku selalu mengenangnya. Cinta adalah indah. Cinta adalah suci.

Namun ada kalanya cinta sangat menyakitkan, buktinya kau tinggalkan aku di dalam indahnya cinta.

Yogyakarta 16 Mei 2009

KOMENTAR PARA SAHABAT ATAS TULISAN BU HARNO

Para sahabat pena, yakni para Papi2 di majalah elektronik Papyrus
http://members7.boardhost.com/Rayman/
telah membaca dan memberikan komentar terhadap tulisan bu Harno berjudul ”Mas Harno, Masku, Cintaku” seperti berikut:

Komentar Papi Rayhard dari Australia:
Inspirasi untuk semua orang!
Sebuah kesaksian yang seharusnya menjadi ilham kepada semua calon isteri, suami, orang tua dan semua orang dewasa!

Komentar Papi Iss dari Semarang:
Wah anyar, fresh from the oven tenan. Ciamik dan acungan dua jempolku untuk tulisan Ibu Harno. Memang susah ya kita ini, semua harus dilakukan bersama, eh giliran meninggal dunia tidak bisa bersama. Apa boleh buat?

Papi Iss menambahkan lagi dengan pengertian mengenai kebahagiaan sbb:
Depend how you react or respond or your action to lead live life to the fullest not foolest
Katanya, orang bahagia itu adalah orang yang dapat hidup sampai kepenuhan dalam hidupnya. dan bukan dalam kebodohan hidup.

Nah kepenuhan dalam hidup itu seperti Bu Harno. Sampai tua, sampai melihat cucunya punya anak, atau buyutnya. Dan semuanya bisa rampung kuliah dan bisa berkeluarga alias punya penghasilan untuk membina kehidupan baru, generasi baru......seakan akan beliau ingin memastikan bahwa generasinya tidak putus di jalan. Kian jadi makin besar dan makin mapan.

Baru rela dipanggil Tuhan kembali ke alam baka.

Alias sudah selesai tugasnya di dunia dan boleh istirahat dengan rasa PUAS, MAREM, LEGA.

Demikian pula apa yang dialami Pak Harno, walaupun masa tua sakit sakitan dan prihatin, tetapi entah mengapa salah satu jalan ke alam baka ya melalui sakit itu. Sayang Pak Harno kan tidak bikin oret oretan sehingga kita tidak tahu isi hatinya. Tapi kalau pergi dengan senyum kok itu juga berarti suatu cermin isi hati yang bahagia yang marem dan yang sudah lega melihat segala anak dan cucunya sudah ada dalam jalur yang baik dan benar. Dan masih ada Ibu yang akan menjaga anak dan cucu bahkan cicit.

Orang bodoh dalam hidup ini adalah orang yang sebenarnya sudah tahu bahwa perbuatannya jelek tetapi kok ya diteruskan, entah narkoba, entah sex bebas, entah kegilaan lainnya yang satu persatu akan membuat sengsara dan .......... teruskan sendiri deh.

Minggu, 05 Juli 2009

MAS HARNO, MASKU, CINTAKU

Pengantar:
Ini tulisan bu Harno, seorang ibu yang kini telah berusia senja, 76 tahun, tentang kenangan indahnya kala mengarungi hidup bersama almarhum pak Harno, suami, kekasih hati, cinta pertama dan cinta terakhirnya. “Meski kini ibu merasa hidup sendirian, namun dengan kekuatan cinta yang ditinggalkan oleh bapak, hidup ini lebih indah untuk dinikmati” demikian ibu mengatakan.
“Ah, ibu. Tetap semangat, nggih bu…”


MAS HARNO, MASKU, CINTAKU
Oleh: L. Sumaryati Soeharno

Kisah ini adalah kisah sedih dimana suamiku menghadapi saat menjelang ajalnya. Bulan itu bulan Mei dimana setiap bulan ini aku selalu merasa berkecil hati dan sendirian. Dunia ini rasanya sepi. Sering aku merasa putus asa menghadapi semua ini.

Disaat menjelang akhir hayatnya, aku merasakan cintanya kepadaku semakin mendalam. Seakan akan dia merasa berat akan meninggalkan dunia ini. Terlebih akan meninggalkan aku. Aku merasakan hal ini.

Betapa tidak, sudah 46 tahun aku dan dia memadu kasih. Suka maupun duka kami lalui bersama. Kita besarkan anak2, kita jadikan mereka semua manusia yang berguna untuk sesama umat.

Besar pengorbanan suamiku untuk terwujudnya rumah tangga yang bahagia. Apa saja dia lakukan tanpa mengenal lelah. Dalam sakitnyapun dia masih sering memikirkan anak2. Untung pada saat itu anak2 sudah dapat menyelesaikan kuliahnya dan keempat anakku telah berumah tangga, bahkan semua telah dikaruniai anak, sehingga kita telah menjadi kakek dan nenek. Kukenang kembali saat2 dia masih dalam keadaan sehat.

Sebagai suami dia adalah seorang suami yang baik, yang sangat sabar menghadapi istri. Dia tidak pernah marah, segala persoalan dia selesaikan dengan penuh kesabaran, dan dia adalah seorang pemaaf. Apapun kesalahanku, betapa besar kesalahanku, namun dia selalu memberikan maaf kepadaku. Alangkah lapang hatinya. Dan dia selalu berusaha menyenangkan hatiku.

Untuk memberi kesempatan kepadaku supaya dapat ke luar negeri, dia memperbolehkan aku mengunjungi kakakku di Amerika. Tidak hanya sehari dua hari aku di Amerika, bahkan sampai ½ tahun aku di sana karena kakakku sedang sakit.

Banyak pengalaman yang aku dapat di sana, momen itu tidak aku biarkan berlalu begitu saja. Aku menimba pengalaman di negeri orang. Aku dapat mencari uang dengan bekerja part time.

Hal2 lucu, menyedihkan dan menyenangkan sering aku jumpai dalam hidup sehari hari. Itulah suamiku yang merelakan istrinya pergi untuk dapat melihat negeri orang. O, alangkah mulia hatinya. Dibiarkannya aku mengenyam kebahagiaan di negeri orang sambil mencari uang.

Suamiku masih memberi kesempatan kepadaku untuk menemani adikku yang bekerja di Kedutaan di Bangkok. Ini juga tidak terjadi sehari dua hari. Enam bulan aku di sana, sampai suamiku datang untuk menjemputku pulang ke Yogya. Demikian mulianya hati suamiku, walalupun sebetulnya pada saat itu dia juga sudah dalam keadaan sakit2 an, namun dia masih memikirkan kesenanganku. Maka aku harus dapat membalas kebaikannya.

Disaat dia dalam keadaan tak berdaya karena sakit gula yang menggerogoti badannya, aku harus dapat menolongnya. Aku harus dapat membantu dia dalam segala hal. Untung suamiku orangnya cukup pengertian. Dia tidak manja dan juga tidak rewel.

Disaat terakhir hidupnya, dia ingin menikmati kehangatan di dalam rumah sendiri. Dia ingin bersama keluarga disaat terakhirnya. Itulah sebabnya dia tidak mau masuk rumah sakit, walaupun dokter menganjurkan untuk diopname. Kulayani dia dengan sepenuh hatiku, tiap hari sebelum makan aku harus menyuntik insulin terlebih dahulu.

Oh, alangkah menyedihkan keadaanmu. Kau tergolek tanpa daya dan tenaga. Seandainya dapat ditukar ingin aku menggantikan engkau menanggung penderitaanmu, namun apa daya semua sudah menjadi kehendak yang maha kuasa.

Namun Tuhan berkehendak lain. Setelah melalui bermacam penderitaan Tuhan berkenan untuk melepaskan engkau dari penderitaan yang menyiksamu. Dengan penuh kasih Tuhan memanggilmu. Selesailah sudah penderitaanmu di dunia ini, dan kau telah bahagia di sisi Nya.

Dengan senyummu kau tinggalkan semua orang yang mencintaimu. Namun aku ikhlas, aku rela melepaskanmu, walaupun dengan berat hati, karena itu berarti engkau telah terlepas dari segala penderitaan.

Aku percaya walaupun engkau telah berada di alam lain, namun engkau tetap hidup di hatiku dan menemaniku senantiasa. Engkau masih dapat melihat aku dan aku masih merasakan kehadiranmu di sisiku. Aku masih dapat curhat kepadamu, walaupun itu hanya imajinasiku.

Dalam kesendirianku aku masih harus berkutat dengan duniaku untuk mempertahankan hidupku, supaya aku masih dapat melihat cucu2 ku dapat menyelesaikan kuliahnya.

Namun puaskah aku sampai di sini? Tidak aku masih harus mempertahankan hidupku ini lebih lama, supaya aku dapat menyaksikan cucu2 ku membina keluarga. Dari 8 cucuku baru 2 orang yang telah berkeluarga dan dikaruniai anak. Semua ini harus aku perjuangkan seorang diri, supaya aku tetap sehat, tetap bahagia menapak hari2 sepanjang sisa2 hidupku.

Dan seandainya semua ini dapat terlaksana, oh alangkah bahagianya aku. Dan aku pasrah seandainya Tuhan kelak memanggilku. Kuserahkan jiwa ragaku kepada Nya. Karena selesailah tugasku di dunia ini.

Demikianlah kuakhiri cetusan hati seorang ibu yang merasa hidup sendirian, namun dengan kekuatan cinta yang ditinggalkan oleh suaminya, hidup ini lebih indah untuk dinikmati.


Yogyakarta 21 Juni 2009
Pada hari ultah dan pesta nama
Almarhum suamiku, Aloysius Soeharno.
Semoga diapun bahagia di sana.

Jumat, 03 Juli 2009

“RUMAH GEDEK…, YO BEN”


Pengantar:
Berawal dari sepucuk surat cinta kertas merang kemudian berkembang menjadi janji sehidup semati dalam ikatan suci tali perkawinan. Ya, itulah perjalanan cinta antara bu Harno dan pak Harno, bapak dan ibuku. Dan inilah kisah pengalaman arung hidup beliau yang ditulis sendiri oleh bu Harno, dan merupakan lanjutan dari tulisan terdahulu yang berjudul: Surat Cinta Kertas Merang, yang telah terbit bulan April 2009.


Judul: “RUMAH GEDEK…, YO BEN”

Oleh: L. Sumaryati Soeharno

Kisah ini kumulai dengan kehadiran anak pertamaku, seorang bayi laki2. Dan dia kuberi nama Yohanes Ogilvie Prihardianto, dipanggil Anto. Ia lahir pada tanggal 10 Maret 1958.

Pada waktu itu kami masih menempati rumah kontrakan yang sangat sederhana. Kami hanya dapat mengontrak rumah gedeg yang sangat sederhana di daerah Jomblang Barat Semarang, karena pada waktu itu suamiku mengajar di SMP Dominico Savio di daerah Kalisari Semarang. Rumah kontrakan kami atapnya tiris dan gedegnya berlobang lobang. Namun tak jadi soal bagi kami, karena kemampuan kami hanya dapat menyewa rumah yang sangat sederhana itu. Kutempati rumah itu dengan penuh keceriaan. Kami enjoy aja di rumah itu. Sebagai keluarga muda kami masih harus saling menyesuaikan diri satu sama lain. Hidup masih serba kekurangan. Gaji sebagai guru SMP tidak dapat diandalkan untuk mencukupi kebutuhan sehari hari. Oleh karenanya suamuiku kerja sambilan apa saja, dan hasilnya lumayan bisa untuk menambah uang belanja.

Kebetulan ada tawaran dari yayasan untuk mengikuti tugas belajar di IKIP Negeri Yogyakarta. Maka kami putuskan untuk menerima tawaran tersebut. Disamping itu anakku tumbuh dengan pesat, tanpa terasa dia sudah tumbuh menjadi bocah laki2 kecil yang lucu. (Hi hi hi…).

Karena kami telah memutuskan untuk menerima tugas belajar tersebut, maka kami harus pindah ke Jogja. Kebetulan juga bapakku menyuruh aku untuk membantu (usaha) di rumah. Kami menempati paviliun yang telah disediakan oleh orang tua. Dan selain tugas belajar suamiku masih mengajar di yayasan milik Pangudi Luhur. Hidup kami mulai ada peningkatan karena rumah tidak lagi menyewa dan kebutuhan pokok masih disokong oleh orang tua kami.

Seiring waktu lahirlah anak kami yang kedua, seorang bayi perempuan pada tanggal 15 Janauari 1961. Kami beri nama Marcella Prihardiani dan kami panggil Nuniek. Perkembangannya juga sama dengan kakaknya, namun dia begitu kurus karena sulit makan. Namun dia tetap sehat dan lincah. Sementara itu suamiku masih tetap kuliah di IKIP jurusan Bahasa Indonesia.

Tanpa terasa pada tanggal 1 September 1963 aku dikaruniai lagi seorang bayi perempuan, buah cinta kami, dan bayi tersebut kami beri nama Verena Prihastyari, dan kami panggil Ririek. Dia juga tumbuh menjadi gadis kecil yang sehat, lincah dan lucu, menjadikan hidup keluarga kami sangat bahagia. Suamiku masih tetap mengajar di SMP Pangudi Luhur. Sementara itu kuliahnya hampir selesai, tinggal menyusun skripsi.

Untuk menyusun skripsi diwajibkan mmembaca buku2 yang telah ditentukan. Banyak buku yang harus dibaca. Karena keterbatasan waktu membaca, lantaran belajar sambil bekerja, maka menjadi kewajibanku untuk membaca buku2 tersebut. Dan aku dapat menceritakan kembali kepadanya mengenai buku2 bacaan tersebut. Untunglah kami berdua dapat kerja sama dengan baik sehingga skripsinya dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Jadilah suamiku seorang sarjana jurusan Sastra Indonesia, dan berhak menyandang gelar Drs. Dengan kelulusannya maka terangkatlah derajatnya. Dia diterima mengajar di SMA Kolese de Britto.

Setelah menjadi sarjana, kami masih dikaruniai seorang bayi perempuan yang kami beri nama Engelina Prihaksiwi, panggilannya Ina. Dia lahir pada tanggal 2 Oktober 1966. Dengan 4 orang anak tentu saja rumah kami bertambah ramai. Tiada hari tanpa tangis, canda dan tawa.

Nama keempat anakku berawal dengan kata Pri, yang artinya “prima” seperti cinta kami yang tetap prima.

Hari berganti bulan, bulan berganti tahun, tanpa terasa satu persatu anakku lulus dari perguruan tinggi dan mulai membangun kehidupannya, menikah dan berkeluarga. Dan…, jadilah aku sekarang nenek buyut, karena dua di antara cucu2 ku sudah menikah dan kini sudah dikaruniai momongan.

Maaf, karena capek kusudahi tulisanku ini. Lain kali disambung lagi. Dah...

Yogyakarta 22 Juni 2009.

Rabu, 01 Juli 2009

MOBIL KLASIK, ANTIK, APIK


Mobil sebagai alat transportasi pribadi juga digolongkan sebagai sobat setia yang sanggup nganteri kita kemana saja. Kalau bisa diajak ngomong dia bakal cerita apa saja. Nah, pameran mobil klasik di Jakarta belum lama ini misalnya kebanyakan adalah para saksi bisu sejarah. Harganya tak kalah dengan mobil baru.

Akhir minggu Balai Kartini Jakarta seperti sebuah garasi besar yang isinya berbagai mobil istimewa. Gimana nggak istimewa?, kebanyakan mobil ini sudah tidak dibikin lagi alias sudah tergolong antik.

Pameran mobil klasik Second International Classic and Sports Car Show 2008 yang berlangsung dari tanggal 22 hingga 24 Agustus itu memamerkan sekitar 200 mobil antik berbagai bentuk dan merk yang datang dari beragam daerah.

Kalau lihat aneka mobil antik disini berasa deh kalau mobil memang bukan sekedar alat transportasi. Dalam perkembangannya mobil juga menjadi fashion cerminan gaya hidup yang menentukan simbol status sosial pemiliknya.

Selain bisa dipandang sebagai karya seni, mobil tua juga kaya sejarah. Seperti dua Limousine Chrysler yang masing-masing buatan tahun 1947 dan 1962 ini. Kedua mobil ini dulunya adalah kendaraan dinas Presiden Pertama RI Soekarno. Di jamannya, kedua mobil tersebut tergolong mobil super mewah.

Konon kabarnya dalam pameran ini salah satu hotrod berbasis mesin Ford berhasil dilelang seharga 900 juta rupiah. Pembelinya seorang pengusaha warga negara Amrik. Nilai sebuah mobil klasik antara lain diukur oleh originalitas dan kapan itu mobil itu di produksi.

Nah dari total keseluruhan 200 mobil klasik yang di pajang ada 4 mobil yang jadi bintang dalam pameran ini karena dianggap paling dekat dengan penilaian tersebut. Rolls Royce silverdown limousin milik kolektor asal Malaysia, dua mustang Corvette, punya kolektor asal Thailand dan sebuah Jaguar milik kolektor tanah air Hartawan.

Masing-masing kolektor biasanya punya kriteria sendiri untuk melengkapi koleksinya. Ada yang memang khusus cari mobil dengan nilai tinggi, ada juga yang semata jatuh cinta berat sama spesifikasi type mobil tertentu. Seperti Pak Munaf yang demen sama mobil VW keluaran tahun 1965 yang merupakan versi sedan dengan model noseback alias hidung belakang.

Pameran ini juga memajang aneka mobil sport moderen yang sebenarnya sih belum lama-lama amat diproduksi, tapi bentuknya yang khas dan mewah membuat mobil-mobil ini memang terlihat eksotik.

Pameran yang didukung Perhimpunan Pengemar Mobil Kuno Indonesia (PPMKI) dan Ikatan Motor Indonesia ini juga menampilkan motor-motor jaman bahelak buatan Eropa, Amerika dan Asia.

Ada 50 unit motor tua yang dipajang dikelompokan berdasarkan jenis dan merek. Mulai motor clasik Jepang yang sudah jarang banget beredar di jalanan, sampai Harley Davidson yang pernah dipakai di jaman perang.

Moga-moga misi pameran untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dalam menjaga peninggalan bersejarah ini bisa terwujud.

Gitu deh…

(Sumber: indosiar.com)