Lokasi Pengoenjoeng Blog

Senin, 09 Februari 2009

Hari Pasaran ala Jawa..., asli lho!

Jawa termasuk kebudayaan dunia yang cukup besar. Tidak hanya besar namun ternyata juga sangat tua. Uniknya, ada "sesuatu" yang orisinil asli Jawa yang kita masih bisa temui saat sekarang. Apakah itu? Itu adalah nama2 hari "pasaran" ala Jawa. Nama hari pasaran kliwon, legi, paing, pon dan wage adalah istilah asli Jawa! Ya, asli alias tidak niru dan tidak nyontek siapa2 (Begitu kata sebuah sumber yang maaf saya lupa namanya).

Sejak jaman kuno nama2 kliwon, legi, pahing, pon, wage, telah ada dan digunakan untuk menentukan dibukanya pasar bagi para pedagang. Dipercaya, oleh nenek moyang bahwa bisnis akan lancar ketika berhasil dipilih hari yang tepat, hari yang baik. Saat hari baik itu semua dagangan di pasar ditanggung laris manis. Karenanya ada istilah untuk menamai pasar, yaitu Pasar Kliwon, Pasar Legi, Pasar Paing, Pasar Pon dan Pasar Wage.

Leluhur (orang Jawa) percaya bahwa ada lima roh dalam jiwa manusia yang disebut "sedulur papat limo pancer" Dan yang menjadi pusat atau pancer adalah kliwon atau disebut juga ingsun, sukma, roh atawa kasih. Empat sedulur si kliwon mewakili unsur jasmani yakni unsur2 tanah, air, api dan udara.

Kemudian datanglah orang2 Hindhu dengan membawa serta nama hari, bulan dan tahun yang kita kenal sebagi tahun saka. Dan nama2 hari versi Hindhu itu adalah: Aditya, Soma, Anggara, Budha, Whraspati, Cukra dan Caniscara. Lantaran lidah jowo itu medok banget, maka nama aditya berubah menjadi radite atau dite (minggu), soma jadi somo (senin), anggara menjadi anggoro (selasa), budha jadi budo (rabu), whraspati jadi respati (kamis), cukra menjadi sukro (jumat) dan caniscara menjadi..., tumpak (sabtu).

Meskipun ada pengaruh luar (Hindhu), tapi dasar wong jowo itu kreatif, nama2 hari kepunyaannya tidak mau dihilangkan begitu saja. Nama hari pasaran itu dilekatkan pada nama2 hari versi hindhu sehingga menjadi: Somo manis untuk hari senin legi. Anggoro kasih untuk hari selasa kliwon. Respati manis untuk hari kamis legi dst.

(Catatan: Kliwon sinonimnya adalah kasih atau kasihan. Legi yang merupakan unsur udara sinonimnya manis, warnanya putih atau pethak/pethakan. Paing merupakan unsur api, warnanya merah atau abrit/abritan. Pon merupakan unsur air, berwarna kuning alias jene atau jeneyan. Dan wage merupakan unsur tanah, warnanya hitam atau cemeng/cemengan).

Jadi, hari:
Dite kasih = minggu kliwon.
Dite pethakan = minggu legi.
Dite abritan = minggu paing.
Dite jeneyan = minggu pon.
Dite cemengan = minggu wage.

Demikian juga untuk hari senin, ada somo kasih, somo manis, somo abritan, somo jeneyan, somo cemengan. Untuk hari selasa dst, jenengono dewe!
Seiring jaman, penanggalan Jawa itu ditinggalkan. Namun jejak nama hari pasaran masih ada di beberapa daerah sebagai nama pasar tradisionil, semisal: Pasar Kliwon, Pasar Legi, Pasar Paing, Pasar Pon dan Pasar Wage.
Gitu deh…

1 komentar:

  1. Lantaran lidah jowo itu medok banget, maka nama aditya berubah menjadi radite atau dite (minggu), soma jadi somo (senin), anggara menjadi anggoro (selasa), budha jadi budo (rabu), whraspati jadi respati (kamis), cukra menjadi sukro (jumat) dan caniscara menjadi..., tumpak (sabtu)

    Nuwun sewu Kang Mas? apa bener seperti itu? Kok lebih mirip dari bahasa Arab nggih.
    Ahadun = 1 = ahad / minggu
    Isnaeni = 2 = Senin
    Tsalasa = 3 = Selasa
    Rabi' = 4 = Rabu
    Khoms = 5 = Kamis
    Jum'ah = (untuk ini artinya sepertinya bukan bilangan, tapi kumpulan/ berjamaah, mungkin karena untuk sholat jumat kali ya, karena Jumat juga disebut sayyidul-ayyam, bendarane dino)
    Sab'at = 7 = Sabtu

    sepertinya lebih cocok ini ya..?, tapi semuanya saya ucapkan terima kasih, tulisan2 Anda saya menyukainya. Matur nuwun nggih Kang Mas.

    BalasHapus